Warawiriwae ke Floating Market, Lembang

Sewaktu mendengar kata “floating market” yang terlintas di benak saya adalah pasar-pasar terapung tradisional seperti yang ada di sungai Kalimantan sana. Saking penasarannya, kami sekeluarga sampai sengaja meluangkan waktu untuk mengunjungi Floating Market yang ada di Lembang, Jawa Barat ini hari Minggu kemarin. Tak sabar rasanya mengalami ke-autentik-an khas Lembang yang dalam pikiran saya akan ditawarkan oleh pasar terapung ini.  Lembang selalu saya hubungkan dengan jagung bakar, ketan bakar, susu murni, tahu Tauhid dan sumber air panas. Mungkin di Floating Market ini saya akan menemukan satu paket lengkap khas Lembang dalam sebuah lokasi yang menyenangkan. Saya sama sekali tidak tahu, bahwa pemikiran pertama saya itu salah besar.

***

Begitu memasuki gerbangnya, firasat saya mengatakan bahwa saya bakal kecewa dengan tempat itu. Pengunjung dikenai biaya masuk 10.000 per orang, dan 15.000 per mobil, dan tiket masuk tersebut dapat ditukarkan dengan minuman gratis di dalam. Orang mungkin berpikir, “Wah untung banget, dengan tiket masuk sebesar 10000, kita sudah dapat minuman gratis.” Ya, kalau minuman gratis yang isinya cuma setengah gelas kertas kecil bisa disebut untung. Tiket seharga sepuluh ribu rupiah  itu adalah semacam bentuk “pemaksaan” untuk membeli minuman yang menurut saya kemahalan. Di sini, sisi nyinyir di dalam diri saya mulai bangkit. 1-IMG-20150309-WA0004 Begitu di dalam, saya dihadapkan dengan lebih banyak kekecewaan lain. Rupa-rupanya, floating market itu semacam danau buatan yang berada di tengah kota Lembang, dengan perahu-perahu kecil yang menjajakan berbagai macam makanan. Mirip pujasera biasa, hanya saja bentuknya “terapung”. Pengunjung lagi-lagi “dipaksa” menukar uang tunai dengan koin senilai 10.000 dan kelipatannya agar bisa membeli berbagai makanan di kios-kios terapung ini (yang harganya beragam antara 10.000 – 30.000). Yang membuat saya merasa lebih tertipu adalah, sisa kelebihan koin yang tidak terpakai, tidak bisa ditukar dengan uang tunai kembali, jadi tetap harus kami belanjakan walaupun kami sudah sangat kekenyangan. Makanan yang dijual juga sangat tidak khas Lembang. Mulai dari sosis bakar sampai tempe mendoan (omong-omong, tempe mendoannya enak!). Kalaupun ada jagung, ketan bakar, dsb, harganya sungguh kelewatan mahalnya. Pekerja-pekerjanya jutek dan mahal senyum, seolah pengunjung beruntung dianugerahi oleh kehadiran dan perhatian mereka yang supersibuk. Belum lagi adanya pungutan liar begitu kami keluar dari tempat parkir dengan kalimat, “sumbangan seadanya” padahal kami sudah membayar tarif parkir sebesar 15.000 di awal tadi. Mau ke toilet juga susah, antrenya minta ampun. Jumlah WC dengan jumlah pengunjung sama sekali tidak berbanding lurus. Pihak pengelola tempat itu sepertinya lupa bahwa BAK dan BAB adalah kebutuhan manusia yang mendasar #eeaaa 1-DSCF6641 1-DSCF6656 1-DSCF6664 1-DSCF6674 1-DSCF6690 Sambil bersungut-sungut dan menggerutu dalam hati, saya mencuri dengar beberapa wisatawan yang menyatakan kesenangannya dengan tempat itu. “Masya Allah,” kata seorang ibu-ibu kepada teman-teman serombongannya. “Indah sekali tempat ini, ada danau yang dikelilingi pegunungan. Tsk tsk tsk, masya Allah.” Di tempat lain, seorang wisatawan asal Padang berkata, “Enak sekali makanan di sini.” Baru di situlah saya serasa ditampar. Karena sibuk menilai keburukannya dan betapa tidak sesuai Floating Market itu dengan ekspektasi saya, saya lupa akan keindahan alam dan hal-hal positif lain tentang Floating Market ini. Misalnya saja, danau dan lingkungan sekitarnya bersih, pengaturan tempatnya apik, dan segalanya serba tertata rapi. 1-IMG-20150308-WA0004 Kedua anak saya pun bersenang-senang di sana. Mereka menaiki sepeda air seharga 50.000 per 30 menit, yang keamanannya bisa dibilang terjamin, karena semua pengunjung diharuskan memakai pelampung sebelum mengikuti wahana airnya. Selain sepeda air, pengunjung juga bisa naik kereta air (20.000 per orang), menyewa kano, menaiki kereta mini, dan sebagainya. Floating Market bukan “pasar tradisional” sungguhan, melainkan objek wisata yang dikonsep menyerupai pasar tradisional. Sungguh tempat yang lebih sesuai untuk wisata keluarga. 1-IMG-20150309-WA0006 1-DSCF6705 Pesan saya sih, jangan mengharapkan sesuatu yang autentik dengan tempat ini, karena Anda bakal sangat kecewa. Floating Market is the most cultivated “traditional” market i’ve ever visited. Memang, sebagai tourist destination tempat ini asyik dan menawarkan paket “lengkap” mulai dari makanan, suvenir, hingga hiburan. Tapiiiii… dengan tempat-tempat seperti ini… just remember to keep your expectations low. Jangan terlalu berharap banyak. -nat-

Leave a comment